Monday, April 02, 2007

Lihat Segalanya Lebih Dekat

Jakarta, 6 Februari 2007

Banjir sudah merendam Jakarta hampir seminggu. Di tv, aku sudah melihat beraneka polah banjir. Dari yang semata kaki, hingga yang seatap rumah. Tapi aku belum pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri. Papaku pernah bertanya, “Tussie ngga ngeliput banjir?”

Aku malah bertanya sendiri pada diriku. Banjir? Memangnya aku bisa meliput banjir? Sekarang kan urusan aku Cuma sama celebrity sucks saja. Ngliput banjir Cuma mimpi, pikirku saat itu. Tapi tadi malam, staf dinas penerangan TNI AL menelepon aku. “tus, kamu lagi iseng ngga? Kalo lagi iseng, ikut yuk, nelusirin banjir di kompleks perumahan TNI AL besok,” Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung mengiyakan ajakan itu.

Jakarta, 7 Februari 2007

Early morning, I woke up. Waktu masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Dan aku semangat sekali untuk liputan hari ini. Walaupun aku tidak yakin, apakah tulisan ini akan naik cetak atau tidak. Aku tidak peduli. Aku Cuma ingin menjadi saksi sejarah di masa aku hidup.

Kemudian aku mengemasi barang-barang. Aku membawa satu baju ganti, satu celana panjang dan satu celana pendek. Serta sepasang sandal jepit. Pagi itu, aku memakai polo shirt pas di padan berwarna pink. Dan jeans lee cooper favoritku. I’m ready to go!

Aku menelusuri jalan pemuda, rawamangun. Tentu saja bersama di tam-tam, pacar pertamaku yang paling setia (tam-tam=sebuah mobil hyondai atoz berwarna hitam. Dia manis sekali, dia pacar pertamaku. Pacar manusiaku selalu jadi pacar nomor dua).

Jalan pemuda awalnya siy aman-aman saja. Tapi begitu sampai di perempatan pramuka-pemuda, jalanan sudah mulai seperti tahi kucing. Benar-benar sontoloyo menyebalkan. Ternyata itu belum seberapa. Ketika aku hanya tinggal 5 meter menuju pintu tul pulomas yang akan kunaiki, jalanan berubah menjadi tahi monyet. Sialan betul, lampu lalu lintas mati di jalanan paling sibuk seantero dunia itu ternyata mampus.

Jadilah aku hampir setengah jam berjibaku melawan bajaj, motor, metro mini, mikrolet, dan mobil-mobil pribadi lain yang semuanya seperti hewan buas yang ingin menerkam satu sama lain. Tuhan, apa bedanya Jakarta dan hutan rimba?

Setelah berhasil menahan emosi untuk tidak mengeluarkan ucapan sampah, ak dan tam-tam berhasil melewati perempatan setan itu. We did it, tam-tam! Horeeee!!! Lalu kami (aku dan tam-tam) mulai menaiki tol lingkar luar Jakarta dan kami berhasil menghampiri pintu tol sunter, tempat aku dijemput oleh petugas TNI AL.

Tam-tam yang manis aku tinggalkan di pinggir tol. APA? PINGGIR TOL? Sepanjang hidupnya, tam-tam tak pernah sekalipun aku tinggalkan di jalan tol. Aku tahu, tam-tam pasti rasanya ingin menangis. Aku juga rasanya tidak tega meninggalkan dia di tempat seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Tam-tam tak mungkin aku tinggalkan di luar tol, karena kondisi jalanan di luar tol sudah seperti sungai berwarna kecokelatan menjijikkan.

Lalu aku mencopoti tape yang ada di dash board tam-tam. Aku simpan baik-baik. Tak lupa kunci rahasia tam-tam aku nyalakan. Tuhan, tolong jaga dan lindungi tam-tam. Tam-tam anak yang baik, dia tidak pernah rewel. Tolong lindungi tam-tam, Tuhan. Begitu doaku sebelum meninggalkannya.



perumahan ga bisa diakses jalan kaki, apalagi naik mobil. kita harus naik perahu karet. warga ngungsi ke kelurahan. sebagian lagi ke mesjid, ada juga yg ngungsi ke Hypermart Kelapa Gading.

yang paling sedih, ngeliat yang ngungsi ke kantor kelurahan Kelapa Gading Barat. waktu kita masuk, bau busuk udah tercium. gw ga tau pasti, itu bau apa. sebagai gambaran, bau itu seperti campuran antara tahi dan muntah.

lalu kami naik ke lantai dua. di tangga menuju lantai dua, ada seorang ibu. gw ga tau siapa namanya, tapi orang-orang memanggilnya ibu gendut. karena memang badannya gendut. ia cuma berdua bersama suaminya. mereka berdua sudah renta. umurnya mungkin sekitar 60 tahun.

tidak terlihat sanak saudara yang menemani mereka berdua. ibu gendut menangis, katanya kakinya sakit asam urat. dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Slamet Soebijanto yang baik hati memandangnya dengan nelangsa.

"Guritno, mana Guritno?" kata KSAL setengah berteriak. Laksamana Pertama Guritno, Kepala Dinas Kesehatan TNI AL segera datang dengan tergopoh-gopoh. Lalu KSAL melanjutkan,"Ibu ini sakit, ayo segera evakuasi ke Cilandak (Rumah Sakit TNI AL Cilandak)."

Ibu Gendut diam saja. Suaminya juga diam. Entah apa yang mereka pikirkan. Tapi menurut pendapat gw, mungkin mereka memikirkan masalah biaya yang akan ditanggung.

Tapi kemudian KSAL yang ramah dan baik hati mengatakan, "Nanti Ibu dibawa pake ambulan ya. Jangan kuatir biayanya, nanti tidak usah bayar," katanya. Barulah ibu Gendut dan suaminya mengangguk setuju.

Kemudian kami naik ke lantai 2. Disini ada dua orang nenek dan seorang kakek. Ketiganya kurus-kurus. Si kakek cuma bisa tidur terlentang. tidak bisa berbuat apa-apa. Entah dia sakit apa? tapi yang pasti, tubuhnya sudah lumpuh. Sementara seorang nenek, yang merupakan isterinya, cuma bisa duduk di sebelahnya.

Seperti halnya Ibu Gendut, KSAL juga menawarkan sang kakek untuk dibawa ke rumah sakit. Tapi berbeda dengan ibu Gendut, kakek yang tergeletak ini menolak dibawa ke rumah sakit. Demikian juga isterinya.

"Dia baru saja keluar dari rumah sakit, terus rumah kami kebanjiran. Dia sudah tidak mau ke rumah sakit," kata si nenek. Sedangkan si kakek cuma terdiam sambil mengangguk. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mungkin karena dia tidak bisa berbicara lagi, atau entah karena sudah malas berbicara.

"Ayo bu, bapak harus ke rumah sakit. Jangan dipikirkan biayanya, tidak usah bayar," kata isteri KSAL membujuk. Namun si nenek tetap pada pendiriannya, "Kami sudah membeli banyak obat, ini obatnya," ujarnya sambil mengeluarkan obat dari bungkusan.

Obat yang dikatakannya banyak itu, ternyata cuma beberapa butir. Tapi ia tetap tidak mau beranjak dari tempat pengungsian.

Itu cuma sedikit dari cerita gw, mungkin yang laen pernah ngeliput yang lebih sedih lagi. Tapi menurut gw, ngga semuanya bisa tetep seneng dalam kondisi banjir. Melihat dari TV atau cerita orang, mungkin emang sedih. tapi melihat langsung di lapangan, kita jauh lebih bisa ngerasain apa yang mereka rasain. Karena itu, gw pengen jadi wartawan. Jadi inget lagu Sherina waktu dia masih imut-imut, "LIHAT SEGALANYA LEBIH DEKAT, DAN KAU AKAN MENGERTI,"

jadi kalo belum bisa mengerti, mungkin lo melihat kurang dekat hehehhehe...

No comments: