Friday, July 06, 2007

Menggapai Atap Dunia



Mentari sembunyi petang itu. Langit menggambarkan semburat awan hitam, pertanda badai siap menghadang. Terlebih, ini bukanlah langit biasa. Ini adalah tempat dimana langit terdekat menyentuh bumi. Manusia menamakannya Puncak Everest.

Hari itu, 26 April 1997. Tak banyak yang masih tersisa dari ekspedisi Kopassus kali ini. Tim Indonesia yang beranggotakan 45 orang, satu per satu mulai berguguran. Menjelang 50 meter mencapai puncak, hanya tiga orang yang masih bertahan.

Suhu menunjukkan angka -45 derajat celcius. Karena kurangnya oksigen, aktivitas apapun menjadi sulit. Lettu Misirin gelap mata. Ia pingsan di tengah tumpukan salju, padahal puncak dunia tinggal selemparan batu lagi. Dari belakangnya, Sertu Asmujiono berlari terengah-engah dan melewati Misirin yang terkapar lemah.

Dengan gagah, ditancapkannya sang merah putih untuk pertama kali di dataran tertinggi di muka bumi itu. Kemudian untuk merayakan kemenangan, serta merta ia melepaskan masker oksigen yang dikenakan.

Tak lupa baret merah kebanggan Kopassus disematkan di kepala. “Saya merasakan kebesaran Tuhan saat mencapai puncak. Saya tidak bisa mengucap apapun kecuali Allahu Akbar,” kata Asmujiono.

Kini, ia telah berpangkat Serka. Sepuluh tahun sudah berlalu sejak saat itu. Namun pengalaman ini takkan dilupakannya seumur hidup. Asmujiono tidak mengerti, kekuatan apa yang merasukinya hingga mampu berlari menuju Puncak Everest. “Padahal jangankan berlari, berjalan satu langkah saja, membutuhkan dua sampai tiga napas,” ujarnya.

“Banyak yang menyangsikan keberhasilan tim Indonesia. Karena itu, saya membuka masker,” kata pria kurus ini. Padahal menurutnya, jangankan membuka masker. Jika kita membuka kacamata, hanya hitungan menit mata akan buta karena pantulan ultraviolet yang sangat tajam.

Namun Asmujiono tetap sehat dan bisa mengenangnya hingga kini. Dalam pembukaan Pekan Olahraga TNI AD (PORAD) V minggu lalu, ia diberi kehormatan untuk mengibarkan berdera PORAD.

Kebanggaan yang pantas diberikan untuk manusia ini. Karena dia yang pertama kali membawa Indonesia ke tempat terdekat dengan Tuhan, bila Tuhan memang ada di langit.

Tussie Ayu Riekasapti

5 comments:

doddi Ahmad Fauji said...

Saya selalu bergetar membaca kiash orang-orang sukses. Saya kira, berita seperti ini yang dimaksud good news is a good news. Sayangntya, di Jurnas ini foto tentang getuk bisa ditaruh sebagai foto HL, apakah foto itu benar sudah a good news is a good news. Tuhan yang maha benar, semoga sebagai wartawan aku tidak menjilat ludah sendiri. Amin

Anonymous said...

tulisan seperti ini biasanya ditulis oleh wartawan muda. saat membacanya seperti tidak ada ruh yang dipancarkan dari untaian kata-kata. entah karena sang wartawan masih terlalu muda, atau sombong, sehingga ia tidak mampu menyesap spirit dan ruh dari sebuah perjalanan besar ini. ah....belajarlah lebih banyak lagi tussie

doddi Ahmad Fauji said...

Bukan hanya tussie, kamu juga harus belajar bagaimana meng-encorage orang

Tussie Ayu said...

Ini tulisanku. mana tulisanmu? orang yang hanya mampu bersembunyi di balik anonymous memang lebih banyak cing cong...kalo berani, jangan pake anonymous donk...berani menulis, harus berani bertanggung jawab donk...lo cewe apa cowo siy? kalo cowo, itu pengecut namanya ...kalo cewe, itu pengecut juga hehehehe...

Belajar hidup said...

Woww berat bget kayanya,yg kopassus aja berguguran apalgi diriku yg mles olahraga.Saluut