Sunday, June 14, 2009

Checkpoint Charlie

Berlin sedang tidak bersahabat. Bulan Juni yang seharusnya menjadi milik musim panas, kini masih dikuasai dingin yang menggigit. Kehangatan matahari terlambat datang tahun ini.

Begitu pula sore itu. Ketika saya melintasi sisa-sisa tembok Berlin dan Checkpoint Charlie, hujan rintik membasahi jalanan. Angin kencang menyapu daun-daun, menabrak tubuh-tubuh yang berlalu lalang dan menerbangkan payung-payung. Tapi saya masih beruntung. Karena saya hanya merasakan dingin yang menggigit, bukan timah panas seperti yang dicicipi Peter Fechter 37 tahun lalu.

17 Agustus 1962, Peter Fechter dan Helmut Kulbeik bersembunyi di sebuah bengkel tukang kayu dekat Checkpoint Charlie. Ketika petugas lengah, mereka memanjat tembok Berlin setinggi dua meter yang bertahtakan kawat berduri. Kulbeik berhasil melompati tembok Berlin. Namun malang bagi Fechter, dia tertembak dan meregang nyawa selama hampir satu jam, hingga akhirnya meninggal dunia.

Fechter hanyalah seorang remaja berusia 18 tahun yang mencoba lari dari Jerman Timur ke Jerman Barat. Dia tercatat dalam sejarah karena menjadi orang pertama yang tewas di Checkpoint Charlie sejak tembok Berlin dibangun satu tahun sebelumnya.

Nazi Jerman yang memiliki impact luar biasa di Eropa memaksa Amerika Serikat dan Uni Soviet melupakan sejenak pertikaian. Bersama Perancis dan Inggris, mereka menjatuhkan kediktatoran Hitler dan Nazi. Setelah Jerman berhasil direbut, wilayah negara ini dibagi menjadi empat bagian oleh Uni Soviet, Inggris, Amerika Serikat dan Perancis.

Jerman Barat dikuasai oleh Inggris, Amerika Serikat dan Perancis. Sedangkan Jerman Timur oleh Uni Soviet. Antara tahun 1949 sampai tahun 1961 sudah lebih dari 2 juta penduduk Jerman Timur melarikan diri lewat Berlin. Hal ini membuat ekonomi Jerman Timur menjadi kedodoran karena orang-orang muda yang melarikan diri. Maka secara rahasia dan tiba-tiba, dibangunlah tembok Berlin.

Setelah tembok Berlin dibangun, ada tiga checkpoint untuk melintasi Jerman Barat dan Timur. Fungsi utama checkpoint adalah untuk mendaftarkan dan menginformasikan anggota militer Jerman Barat sebelum memasuki Jerman Timur. Pintu pertama adalah Checkpoint Alpha yang berada di Helmstedt, pintu kedua bernama Checkpoint Bravo berada di Dreilinden, dan pintu ketiga yang satu-satunya berada di Berlin ada di Friedrichstrasse (Jalan Friedrich). Pintu ketiga ini bernama Checkpoint Charlie.

Turis dan diplomat dari Jerman Barat diperkenankan memasuki Jerman Timur hanya melalui Checkpoint Charlie. Sedangkan orang Jerman Timur sama sekali tidak boleh melintasi perbatasan. Checkpoint Charlie menjadi lubang jarum yang harus dilewati warga Jerman Timur yang ingin penghidupan lebih baik di Barat. Di kemudian hari, tempat ini menjadi simbol perang dingin antara blok barat dan blok timur.

Dalam himpitan perang dingin, tentu saja rakyat yang paling merasa sengsara. Berbagai drama pelarian diri terjadi di sekitar tembok Berlin sekitar Checkpoint Charlie. Keluarga Wetzels dan Strlzycks sedikit demi sedikit mengumpulkan kain nylon. Kain itu kemudian dijahit untuk membuat balon udara. Setelah persiapan selesai, mereka terbang dengan balon udara untuk melewati perbatasan. Delapan orang anggota keluarga ini berhasil melintasi perbatasan dengan selamat.

Terowongan bawah tanah dibangun di atas pemakaman. Orang-orang berpura-pura berziarah dengan membawa karangan bunga. Mereka kemudian tiba-tiba menghilang dan tidak pernah terlihat lagi. Terowongan ini menghubungkan Jerman Barat dan Jerman Timur. Sebanyak 29 orang berhasil mencapai Jerman Barat dengan selamat melalui terowongan ini. Namun akhirnya keberadaan terowongan terbongkar karena seorang wanita terjatuh ke dalam terowongan dan meninggalkan bayinya di atasnya.

Berbagai aksi melintasi perbatasan itu kini dapat dikenang di Mauermuseum Haus Am Checkpoint Charlie atau Museum Tembok Berlin di Checkpoint Charlie.

Tahun ini rakyat Jerman merayakan 20 tahun runtuhnya tembok Berlin. Di Friedrichstrasse atau Jalan Friedrich, Checkpoint Charlie masih berdiri hingga saat ini. Namun kini tempat itu sudah berubah rupa demikian jauh. Tidak ada lagi kesuraman di Checkpoint Charlie. Kini, Friedrichstrasse menjadi bagian dari pusat kota Berlin dan tujuan utama wisata.

Hanya sekitar 200 meter dari Friedrichstrasse, kita bisa menemukan gedung Bundestag (parlemen Jerman) yang sungguh menggambarkan kejayaan Eropa sejak lampau. Jika dibandingkan dengan gedung DPR di Senayan, gedung Bundestag jauh lebih kecil. Namun gadung ini kaya akan pahatan tangan seniman Eropa masa lalu. Saya pikir, ciri khas ini hanya dapat ditemui di Eropa. Tidak ada pagar tinggi dan pemeriksaan ketat di Gedung Bundestag. Bahkan gedung ini tidak berpagar sama sekali.

Ok, dari Bundestag kita kembali menyusuri tembok Berlin dan Checkpoint Charlie. Hari ini memang bukan saat yang tepat untuk berjalan-jalan. Angin makin tidak bersahabat ketika saya meninggalkan Mauermuseum Haus Am Checkpoint Charlie. Dingin semakin menusuk tulang. Saya kemudian bergegas ke stasiun kereta bawah tanah untuk pulang dan mencari kehangatan. Auf Wiedersehen Checkpoint Charlie!

1 comment:

armiyadi said...

tulisan yang menarik